
Kurangnya kesadaran anak buah kapal (ABK) untuk bergabung menjadi anggota atau membentuk serikat pekerja/serikat buruh menjadikan mereka sebagai pihak yang kerap dirugikan hak-hak ketenagakerjaannya.
Ketika mereka mengalami suatu perselisihan dalam hubungan kerja, alih-alih untuk memperjuangkan hak-haknya dengan memviralkan di social media, justru berakibat merugikan dirinya sendiri.
Postingan soal kasus yang sedang dialami oleh ABK di social media itu plus minus. Plusnya dapat diketahui oleh khalayak dan mendapat dukungan untuk penyelesaian di publik. Minusnya kasus tersebut dapat dimanfaatkan oleh pihak-pihak atau oknum-oknum makelar kasus “markus” nakal, yang hanya mencari keuntungan pribadi dari kasus tersebut.
Coba kita berkaca dari beberapa kasus ABK yang telah terjadi di mana aparat penegak hukum terlihat lebih mengedepankan pemidanaan ketimbang mencari solusi untuk pemenuhan hak-hak atau kerugian yang dialami oleh ABK sebagai korban. Kasusnya viral, pengusahanya ditangkap dan diadili, tetapi ujungnya ABK tetap gigit jari alias tidak mendapatkan pemenuhan atas hak-haknya yang semestinya ia dapatkan dari si pengusaha.
Mirisnya, vonisnya pun ringan dan tidak sebanding dengan perbuatannya, serta seakan-akan setelah pengusaha diadili dan dibui, kasusnya (tanggungjawabnya) telah selesai dan bisa “lenggang kangkung” terbebas dari semua kewajiban untuk membayar hak-hak para ABK.
Mungkin dari kasus tersebut, ada dugaan tindak pidana. Tapi teman-teman ABK harus bisa lebih selektif dalam mempublikasikan atau mengadukan kasusnya. Jangan sampai niat berjuang menuntut sisa gaji atau jaminan yang belum dibayar oleh pengusaha, justru berujung pada ketidakjelasan penyelesaian karena pendamping kasusnya lebih mengedepankan kepentingan pribadinya atau lembaganya.
Maka sebaiknya dalam melakukan pengaduan kasus, hendaknya dipertegas di awal bahwa anda menuntut hak-hak yang belum dibayar, bukan untuk melaporkan pengusaha ke pihak berwajib atau kepolisian karena telah melakukan dugaan tindak pidana kalau anda tidak ingin gigit jari di kemudian hari.
Kecuali, apabila telah dilakukan proses penuntutan hak-hak anda secara perdata, tetapi pengusaha tidak kooperatif dan tidak mau menyelesaikannya, maka tidak ada salahnya bagi anda atau pendamping anda melakukan upaya pemidanaan sebagai upaya terakhir yang perlu dilakukan.
Penulis,
Imam Syafi’i Ketua Umum AP2I